Senin, 06 Oktober 2014

Belajar dari Drama Korea (Part 1)



Aku bukan orang yang fanatik sama drama Korea. Aku menyukai hampir semua film ataupun drama dari berbagai negara seperti Indonesia, Jepang, Korea, China, Thailand, Meksiko, Brazil dan masih banyak lagi. Setiap film pasti memiliki keunikan masing-masing. Kali ini aku melihat sesuatu di drama Korea.
Semuanya berawal ketika salah seorang temanku di lab menonton drama Korea, Monstar. Dia rela menunggu tiap minggu per episodenya yang ditayangkan melalui website tertentu. Dia hafal hari apa saja episode-episode itu muncul. Dia juga menunjukkan drama itu padaku. Karena aku memang orang yang netral, tidak benci ataupun suka drama Korea, biasa saja. Jadi aku melihat dari sisi kualitas filmnya.
Pertama kali melihat tokoh utamanya langsung teringat personil boyband Indonesia, Smash. Mereka, Yoon Seol Chan dan Joon Seon Woo, mirip Rafael dan Morgan. Memang mirip menurutku. Sebenarnya juga sedikit menggoda temanku karena dia sangat fanatik sama Korea dan tidak begitu suka dengan Smash. Dan tentu saja dia tidak terima waktu itu, ekspresinya sangat lucu. Apa salahnya sih suka sama boyband Indonesia? Bukankah dengan dukungan dan komentar positif bisa membangkitkan suatu kelompok atau individu tertentu? Dahlan Iskan pernah cerita ketika masih bekerja di surat kabar beliau meliput sisi negatif Persebaya berharap agar klub sepakbola ini merasa tersindir dan bangkit. Nyatanya malah sebaliknya. Persebaya semakin terpuruk. Akhirnya strategi dibalik. Surat kabar tersebut memberitakan hal-hal positif tentang Persebaya dan selalu memberikan dukungan. Hasilnya Persebaya semakin berprestasi waktu itu. Awesome.
Kembali ke Monstar. Aku tidak serta merta langsung menyukai drama ini. Hanya melihat sekilas. Monstar itu drama musikal, beberapa adegan ada part menyanyi. Mungkin bisa dibilang mirip drama Glee. Salah satu soundtrack nya yang membuatku tertarik adalah ketika Joon Seon Woo bernyanyi dengan Min Sei Yi dalam lagu berjudul Atlantis Girl, isi lagunya bagus. Lagu aslinya dinyanyikan oleh Boa. Penyanyi yang sama di salah satu soundtrack nya Inuyasha. Mendengar lagu dan video klipnya yang dibungkus apik oleh Monstar, akhirnya aku mengcopy lagu ini. Semakin dilihat aku jadi tambah penasaran dengan jalan cerita dramanya. Akhirnya aku pun mengcopy keseluruhan drama. Temanku sangat senang. Dia bangga karena merasa telah berhasil menyuntikkan virus K-Pop padaku. Ok, just little.
Menurutku drama Monstar itu nyaris sempurna. Setiap tokoh saling berhubungan dan masing-masing dari mereka pun memiliki kehidupannya masing-masing. Jadi cerita tidak hanya fokus di pemain utama. Semua orang memiliki peran. Tidak hanya siswa-siswa SMA nya bahkan orang tua dan guru pun ikut diceritakan kisah hidupnya di sini (latar belakang drama ini kehidupan siswa SMA). Masalah tiap individu cukup kompleks dan berhubungan satu sama lain. Kombinasi yang bagus.
Ini yang menurutku unik. Beberapa adegan drama dilakukan di atap sekolah. Ketika Min Sei Yi (tokoh utama perempuan) dan Park Kyu Dong (siswa yang di-bully di kelas) berbincang di atap sekolah, kamera tidak hanya fokus pada mereka berdua namun juga di solar cell (panel surya) di sana. Yup, ada solar cell di atap sekolah. Mencitrakan bahwa Korea sudah maju dan mulai menggiatkan penggunaan solar cell bahkan di atap gedung sekolah. Adegan ketika Park Kyu Dong ingin bunuh diri dari atap gedung pun solar cell ini kembali terlihat. Ok, sepertinya solar cell ada di mana-mana di atap sekolah ini.
Ada lagi adegan ketika Min Sei Yi berbincang dengan Ketua Osis sepulang sekolah. Di sana terlihat spanduk besar. Aku tidak tahu keseluruhan isinya intinya ada kata-kata “The Future”. Dari desain spanduknya hampir mirip dengan spanduk di jurusanku. Ataukah memang sama? Tapi ini dipasang di SMA sedang aku melihatnya di jurusanku, di sebuah perguruan tinggi. Mungkin seharusnya spanduk semacam ini juga dipasang di sekolah menengah, sebagai pemberi semangat.
Ok, selain itu aku juga menemukan keunikan lain yakni ketika Min Sei Yi, Shim Eun Ha, dan Park Kyu Dong memasuki rumah mereka. Secara otomatis lampu depan rumah mereka menyala. Padalah tak kulihat mereka menekan tombol lampu atau apapun. Berarti memang otomatis kan? Itu menggunakan teknologi apa ya? Apa menggunakan infra red? Lebih mudah dan bisa dilogika kalau memang menggunakan infra red. Kalau dipikir-pikir teknologi seperti itu kan mudah dan murah. Kenapa tidak diterapkan juga di Indonesia? Di pasang di teras rumah mungkin. Nah kan.
Satu lagi, jalanan di dalam sekolah. Ada jalanan berupa aspal dan paving. Alasan diaspal atau paving intinya agar jalanan bersih dari debu. Namun paving lebih baik karena menyerap air. Sedang aspal mungkin terpaksa dilakukan sebagai jalanan kendaraan bermotor. Jalanan berpaving akan cepat rusak jika dilalui kendaraan bermotor karena berat. Paving biasanya hanya digunakan untuk jalanan pejalan kaki ataupun sepeda. Yang aku suka adalah kedua jenis jalanan itu ada di sana dan nampaknya diatur dengan sangat baik. Selain itu, sekolah yang digunakan dalam pembuatan drama ini memiliki banyak tanaman dan pohon. Ada beberapa bagian halaman sekolah yang sengaja dibiarkan berupa tanah dan ditumbuhi tanaman. Sangat bagus dan peduli lingkungan.
Mumpung masih suka dengan drama Monstar, aku pun mencari video mengenai proses pembuatan drama ini. Aku baru tahu ketika tiap pemain mendapatkan naskah drama, mereka dikumpulkan jadi satu meja dan membacakan dialog masing-masing beserta ekspresinya. Hmm.. Selama ini aku kira ya tidak seformal itu. Langsung saja saling berhadapan dengan lawan main di adegan tertentu secara acak, tidak perlu dikumpulkan satu meja segala. Namun ternyata nampaknya harus demikian, dikumpulkan di satu meja. Ok.
Pengambilan gambar pun diambil sepotong-sepotong. Maksudku tiap ekspresi, tiap menoleh, gerakan tangan, langkah kaki, semuanya sangat detil. Bahkan untuk menoleh ke samping sedikit pun ternyata diatur. Sebelum mulai syuting pemain terlebih dulu menjajak panggung drama (lokasi pengambilan gambar) dan mencoba adegannya. Setelah dirasa sudah pas baru kemudian benar-benar pengambilan gambar. 
Drama ini banyak melibatkan lagu dan alat musik tentunya. Pemain harus belajar alat musiknya dengan baik. Walaupun adegannya mungkin bukan asli benar-benar dimainkan sama si artis tetap saja mereka harus bisa merasakan memainkan alat musiknya. Gerakan jari tangan dan ketukannya. Semuanya harus semirip mungkin dengan aslinya. Bahkan salah satu pemain pernah bercerita bahwa dia memiliki waktu tersendiri untuk belajar alat musiknya dari dasar. Nah kan. Intinya totalitas.
Kalau dilihat dari drama ini sepertinya masih ada perbedaan strata sosial dan ekonomi di dalamnya. Di sana terdapat All For One yang merupakan kumpulan siswa orchestra di sekolah, kumpulan anak orang kaya. All For One memang memainkan alat musik mahal seperti piano, cello, dan biola dalam penampilannya. Namun perbedaan strata sosial dan ekonomi ini tidak dipermasalahkan dalam sekolah. Maksudku meskipun di cerita mereka berasal dari berbagai strata tapi mereka berada di dalam sekolah dan kelas yang sama. Tidak ada yang namanya sekolah khusus anak orang kaya atau sebaliknya. Mungkin setiap sekolah memiliki fasilitas dan biaya yang sama? Atau mungkin standar deviasi pendapatan di Korea tidak terlalu besar sehingga kehidupan orang menengah kebawah dan ke atas relatif sama? Hmm, aku tidak tahu. Tapi kalau tidak salah salah satu ciri suatu negara maju adalah standar deviasi pendapatan penduduknya tidak jauh berbeda.
Ada yang bilang cara menunjukkan nasionalisme ke dalam sebuah film itu tidak perlu terlalu gembar-gembor. Sedikit saja tapi mengena. Ok, dalam drama Monstar pemain seringkali menggunakan alat komunikasi handphone. Jenis handphone yang digunakan kebanyakan adalah Smartphone milik perusahaan Korea, menggunakan produk dalam negeri. Namun ada juga pemain yang menggunakan handphone milik perusahaan negara lain. Laptop pun demikian, bukan merk perusahaan lokal. Padahal kan Korea sudah maju dalam hal perusahaan elektronik. Misal aku yang buat film tentunya akan kugunakan semua merk milik Indonesia. Apapun itu. Kalau perlu mobil listrik terbaru Indonesia yang belum diproduksi masal akan kumasukkan dalam film. Lhoh??
Ada juga adegan dalam film tentang pelajaran matematika. Apa benar ya matematika sesulit itu? Maksudku kenapa pelajaran yang dianggap paling sulit itu matematika? Entahlah. Oia, di drama ini agar para siswanya bersemangat dan hafal rumus matematika, sang guru menunjuk beberapa siswa secara acak dan menyuruh mereka bernyanyi (nge-rap) diikuti musik dari handphone yang isi liriknya adalah rumus matematika. Alhasil sebagian besar dari mereka hafal rumus matematika yang cukup panjang itu. Jadi ingat waktu aku SD dulu. Disuruh menghafal puisi akhirnya salah satu temanku membuat lagu yang isi liriknya ya puisi itu. Dan tentu saja hampir seluruh kelas akhirnya bisa hafal dengan mudah.
Ok, ternyata banyak yang bisa dipelajari dari salah satu drama Korea, Monstar. Yah, lihat drama bukan berarti hanya terpaku pada cerita atau pemainnya saja bukan? Jadi jangan sekedar nonton drama ya. ^.^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar