Jumat, 14 November 2014

Rimba Nasionalisme



**
“Bagaimana..?? Kalian berdua jadi ikut?” tanya Rudi memandang serius ke arah Rio dan Agus.
“Oke, aku ikut. Nggak ada gunanya jadi mahasiswa tanpa nasionalisme,” akhirnya Agus memutuskan.
Rio memandang Agus tak percaya dan akhirnya, “Ok, lah. Aku juga ikut..”
“Oshhh!! Oke, kita mulai penggalian informasi. Semuanya, mohon bantuannya,” seru Rudi.
“Nyantai bro,” Ricko mulai mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.
“Serahkan padaku,” Agus mencolokkan kabel laptopnya.
Sedang Rio menunjukkan tablet terbarunya yang jika dibahasakan berbunyi ‘Santai, aku punya gadget baru buat cari informasi.’ Rudi tersenyum dan memulai pencarian informasi juga.
Satu jam berlalu, semua sudah mulai merasa bosan. Sesekali mereka mengakses jaringan media social. Bahkan mereka chatting dan saling comment di jaringan itu. Padahal mereka berada di dalam ruangan yang sama. Merasa bingung, Rio mulai berkeliling mencari referensi pencarian.
Rio menengok ke tempat Rudi. Banyak sekali yang diakses Rudi. Mulai dari google, yahoo, blog, web, hingga berita di surat kabar elektronik dan e-book sejarah. Ok, Rudi benar-benar serius.
Selesai di tempat Rudi, Rio mencari informasi di tempat Agus. Agus lain lagi. Dia mencari informasi dari teman-temannya yang lain. Mulai menggunakan media chatting, skype, hingga diskusi di kaskus ia lakoni. Benar-benar meyakinkan.
Saat tiba di tempat Ricko, Rio penasaran dengan kata yang akan diketik oleh Ricko. Di ‘navigation toolbar’ tempat alamat web diketik tiba-tiba Ricko mengetik,
‘Sciencedirect.com’, web dimana jurnal-jurnal internasional di-publish.
Rio semakin penasaran dengan pencarian yang dilakukan Ricko. Ternyata Ricko sangat ‘niat’. Hingga web jurnal internasional ia kunjungi. Pasti susah nyari informasi di sana. Belum lagi jurnalnya berbahasa Inggris. Berarti Ricko harus menerjemahkan isi dari jurnalnya juga.
Dan pada kolom ‘search’ Ricko menulis huruf,
‘m……’
Rio semakin yakin. Ricko akan menulis mountain Sawung. Tapi bukankah seharusnya Sawung Mountain?? Hm, sebentar..
Ricko melanjutkan huruf-huruf selanjutnya…
metal force
Rio semakin bingung. Hubungan metal force dengan gunung Sawung itu apa?? Penasaran, ia pun menatap Ricko dengan penuh tanda tanya. Merasa Rio membutuhkan penjelasan, Ricko akhirnya membuka suara,
“Aku tidak sedang mencari informasi tentang gunung Sawung. Aku sudah mendapatkan sebagian informasinya. Sekarang aku mau mengerjakan tugasku sebentar. Ntar dah kulanjutin lagi pencarian informasinya.”
Rio tetap menatap Ricko dengan posisi yang sama. Ricko merasa Rio masih butuh penjelasan lebih detail.
“Tugas mata kuliah Ilmu logam. Emangnya kamu udah selesai…??” lanjut Ricko jengkel.
“Emang ada tugas..??” bantah Rio.
“Hmmm.. ini nih. Mahasiswa yang di kelas kerjaannya cuma nge-game mulu. Ada lah! kan disuruh merangkum jurnal internasional tentang metal force.
“Oia, aku lupa..” Rio baru ingat.
“Weeww, aku juga belum ngerjakan..” sahut Agus dan langsung masuk ke web ‘sciencedirect.com’
“Kamu udah Rud..?” tanya Agus.
“Udah,” jawab Rudi singkat.
“Kesalahan tanya ke Rudi,” sahut Rio.
“Yah, seperti biasanya. Semuanya selesai tepat waktu..” ujar Ricko jengkel.
“Tapi kalau kita kan, tugas selesai di waktu yang tepat..” celetuk Agus.
“Hahahahahaaa…” semuanya tertawa bersamaan.
Perjalanan pemuda Indonesia ini baru saja akan dimulai. Menjadi pemuda memang penuh semangat, kreativitas, dan cita-cita. Bumbu dalam proses pendewasaan yang sangat berarti.
**
Ide cerita ini sengaja kubuat untuk diikutkan Script Writing Competition Telkomsel 2011. Waktu itu diminta menulis sinopsis film durasi 90 menit beserta script-nya. Tema bebas. Tulisan di atas merupakan sebagian dari pengembangan sinopsis yang telah kubuat. Cukup bangga dengan karyaku satu ini karena pada akhirnya aku menang. Antara percaya dan tidak percaya waktu itu. Alhamdulillah ^^

Selfie for Earth



Make things better together
Masyarakat dunia kini digandrungi dengan yang namanya selfie. Tidak hanya orang biasa bahkan artis papan atas hingga anggota pemerintahan pun tak luput dari virus selfie ini. Namun akan lebih menyenangkan jika tiap selfie yang dilakukan memberikan manfaat terutama bagi bumi yang kita pijak. Bagaimana caranya? Simple kok, nggak ribet apalagi sampai bikin galau. Ehh. Intinya setiap selfie, sebanyak mungkin menggunakan objek background di bawah ini. Apa saja itu? Ok, lets check this out.
1.      Tumbuhan
Selfie dilakukan dengan background tanaman atau pohon. Ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak pohon di sekitar lingkungan kita. Hal ini bisa mengingatkan kita untuk lebih banyak menanam pohon dan selfie bersamanya. Tunjukkan sebagai pemuda kita tidak hanya hobi selfie tapi juga cinta tanaman.
2.      Daerah serapan
Di daerah perkotaan jarang sekali terdapat daerah serapan. Alhasil tiap musim hujan bayang-bayang banjir selalu menghantui. Nah, segera cari daerah serapan dan berselfie di sana. Semakin banyak selfie yang kamu lakukan menandakan bahwa daerahmu masih memiliki banyak daerah serapan sehingga tak terlalu khawatir dengan bahaya banjir. Siapa tahu foto selfiemu akan menginspirasi daerah lain dan kita berlomba-lomba memperbaiki lingkungan.
3.      Gerakan Eco Green
Lingkungan hijau telah digalakkan akhir-akhir ini namun pamornya masih kalah dengan selfie. Nah tiap kalian selfie selalu sisipi dengan gerakan ramah lingkungan. Entah kalian makan dengan bungkus makanan yang mudah didaur ulang, menemukan eco toilet, foto bersama panel surya di atap rumah, bebas. Intinya harus selfie dengan sesuatu yang memiliki nilai ramah lingkungan.
Bagaimana? Asyik bukan. Tidak hanya manusia yang menikmati pamor selfie, bumi kita juga berhak mendapatkan dampak yang bermanfaat. Selfie untuk jadi lebih baik. ^^

Senin, 06 Oktober 2014

Belajar dari Drama Korea (Part 1)



Aku bukan orang yang fanatik sama drama Korea. Aku menyukai hampir semua film ataupun drama dari berbagai negara seperti Indonesia, Jepang, Korea, China, Thailand, Meksiko, Brazil dan masih banyak lagi. Setiap film pasti memiliki keunikan masing-masing. Kali ini aku melihat sesuatu di drama Korea.
Semuanya berawal ketika salah seorang temanku di lab menonton drama Korea, Monstar. Dia rela menunggu tiap minggu per episodenya yang ditayangkan melalui website tertentu. Dia hafal hari apa saja episode-episode itu muncul. Dia juga menunjukkan drama itu padaku. Karena aku memang orang yang netral, tidak benci ataupun suka drama Korea, biasa saja. Jadi aku melihat dari sisi kualitas filmnya.
Pertama kali melihat tokoh utamanya langsung teringat personil boyband Indonesia, Smash. Mereka, Yoon Seol Chan dan Joon Seon Woo, mirip Rafael dan Morgan. Memang mirip menurutku. Sebenarnya juga sedikit menggoda temanku karena dia sangat fanatik sama Korea dan tidak begitu suka dengan Smash. Dan tentu saja dia tidak terima waktu itu, ekspresinya sangat lucu. Apa salahnya sih suka sama boyband Indonesia? Bukankah dengan dukungan dan komentar positif bisa membangkitkan suatu kelompok atau individu tertentu? Dahlan Iskan pernah cerita ketika masih bekerja di surat kabar beliau meliput sisi negatif Persebaya berharap agar klub sepakbola ini merasa tersindir dan bangkit. Nyatanya malah sebaliknya. Persebaya semakin terpuruk. Akhirnya strategi dibalik. Surat kabar tersebut memberitakan hal-hal positif tentang Persebaya dan selalu memberikan dukungan. Hasilnya Persebaya semakin berprestasi waktu itu. Awesome.
Kembali ke Monstar. Aku tidak serta merta langsung menyukai drama ini. Hanya melihat sekilas. Monstar itu drama musikal, beberapa adegan ada part menyanyi. Mungkin bisa dibilang mirip drama Glee. Salah satu soundtrack nya yang membuatku tertarik adalah ketika Joon Seon Woo bernyanyi dengan Min Sei Yi dalam lagu berjudul Atlantis Girl, isi lagunya bagus. Lagu aslinya dinyanyikan oleh Boa. Penyanyi yang sama di salah satu soundtrack nya Inuyasha. Mendengar lagu dan video klipnya yang dibungkus apik oleh Monstar, akhirnya aku mengcopy lagu ini. Semakin dilihat aku jadi tambah penasaran dengan jalan cerita dramanya. Akhirnya aku pun mengcopy keseluruhan drama. Temanku sangat senang. Dia bangga karena merasa telah berhasil menyuntikkan virus K-Pop padaku. Ok, just little.
Menurutku drama Monstar itu nyaris sempurna. Setiap tokoh saling berhubungan dan masing-masing dari mereka pun memiliki kehidupannya masing-masing. Jadi cerita tidak hanya fokus di pemain utama. Semua orang memiliki peran. Tidak hanya siswa-siswa SMA nya bahkan orang tua dan guru pun ikut diceritakan kisah hidupnya di sini (latar belakang drama ini kehidupan siswa SMA). Masalah tiap individu cukup kompleks dan berhubungan satu sama lain. Kombinasi yang bagus.
Ini yang menurutku unik. Beberapa adegan drama dilakukan di atap sekolah. Ketika Min Sei Yi (tokoh utama perempuan) dan Park Kyu Dong (siswa yang di-bully di kelas) berbincang di atap sekolah, kamera tidak hanya fokus pada mereka berdua namun juga di solar cell (panel surya) di sana. Yup, ada solar cell di atap sekolah. Mencitrakan bahwa Korea sudah maju dan mulai menggiatkan penggunaan solar cell bahkan di atap gedung sekolah. Adegan ketika Park Kyu Dong ingin bunuh diri dari atap gedung pun solar cell ini kembali terlihat. Ok, sepertinya solar cell ada di mana-mana di atap sekolah ini.
Ada lagi adegan ketika Min Sei Yi berbincang dengan Ketua Osis sepulang sekolah. Di sana terlihat spanduk besar. Aku tidak tahu keseluruhan isinya intinya ada kata-kata “The Future”. Dari desain spanduknya hampir mirip dengan spanduk di jurusanku. Ataukah memang sama? Tapi ini dipasang di SMA sedang aku melihatnya di jurusanku, di sebuah perguruan tinggi. Mungkin seharusnya spanduk semacam ini juga dipasang di sekolah menengah, sebagai pemberi semangat.
Ok, selain itu aku juga menemukan keunikan lain yakni ketika Min Sei Yi, Shim Eun Ha, dan Park Kyu Dong memasuki rumah mereka. Secara otomatis lampu depan rumah mereka menyala. Padalah tak kulihat mereka menekan tombol lampu atau apapun. Berarti memang otomatis kan? Itu menggunakan teknologi apa ya? Apa menggunakan infra red? Lebih mudah dan bisa dilogika kalau memang menggunakan infra red. Kalau dipikir-pikir teknologi seperti itu kan mudah dan murah. Kenapa tidak diterapkan juga di Indonesia? Di pasang di teras rumah mungkin. Nah kan.
Satu lagi, jalanan di dalam sekolah. Ada jalanan berupa aspal dan paving. Alasan diaspal atau paving intinya agar jalanan bersih dari debu. Namun paving lebih baik karena menyerap air. Sedang aspal mungkin terpaksa dilakukan sebagai jalanan kendaraan bermotor. Jalanan berpaving akan cepat rusak jika dilalui kendaraan bermotor karena berat. Paving biasanya hanya digunakan untuk jalanan pejalan kaki ataupun sepeda. Yang aku suka adalah kedua jenis jalanan itu ada di sana dan nampaknya diatur dengan sangat baik. Selain itu, sekolah yang digunakan dalam pembuatan drama ini memiliki banyak tanaman dan pohon. Ada beberapa bagian halaman sekolah yang sengaja dibiarkan berupa tanah dan ditumbuhi tanaman. Sangat bagus dan peduli lingkungan.
Mumpung masih suka dengan drama Monstar, aku pun mencari video mengenai proses pembuatan drama ini. Aku baru tahu ketika tiap pemain mendapatkan naskah drama, mereka dikumpulkan jadi satu meja dan membacakan dialog masing-masing beserta ekspresinya. Hmm.. Selama ini aku kira ya tidak seformal itu. Langsung saja saling berhadapan dengan lawan main di adegan tertentu secara acak, tidak perlu dikumpulkan satu meja segala. Namun ternyata nampaknya harus demikian, dikumpulkan di satu meja. Ok.
Pengambilan gambar pun diambil sepotong-sepotong. Maksudku tiap ekspresi, tiap menoleh, gerakan tangan, langkah kaki, semuanya sangat detil. Bahkan untuk menoleh ke samping sedikit pun ternyata diatur. Sebelum mulai syuting pemain terlebih dulu menjajak panggung drama (lokasi pengambilan gambar) dan mencoba adegannya. Setelah dirasa sudah pas baru kemudian benar-benar pengambilan gambar. 
Drama ini banyak melibatkan lagu dan alat musik tentunya. Pemain harus belajar alat musiknya dengan baik. Walaupun adegannya mungkin bukan asli benar-benar dimainkan sama si artis tetap saja mereka harus bisa merasakan memainkan alat musiknya. Gerakan jari tangan dan ketukannya. Semuanya harus semirip mungkin dengan aslinya. Bahkan salah satu pemain pernah bercerita bahwa dia memiliki waktu tersendiri untuk belajar alat musiknya dari dasar. Nah kan. Intinya totalitas.
Kalau dilihat dari drama ini sepertinya masih ada perbedaan strata sosial dan ekonomi di dalamnya. Di sana terdapat All For One yang merupakan kumpulan siswa orchestra di sekolah, kumpulan anak orang kaya. All For One memang memainkan alat musik mahal seperti piano, cello, dan biola dalam penampilannya. Namun perbedaan strata sosial dan ekonomi ini tidak dipermasalahkan dalam sekolah. Maksudku meskipun di cerita mereka berasal dari berbagai strata tapi mereka berada di dalam sekolah dan kelas yang sama. Tidak ada yang namanya sekolah khusus anak orang kaya atau sebaliknya. Mungkin setiap sekolah memiliki fasilitas dan biaya yang sama? Atau mungkin standar deviasi pendapatan di Korea tidak terlalu besar sehingga kehidupan orang menengah kebawah dan ke atas relatif sama? Hmm, aku tidak tahu. Tapi kalau tidak salah salah satu ciri suatu negara maju adalah standar deviasi pendapatan penduduknya tidak jauh berbeda.
Ada yang bilang cara menunjukkan nasionalisme ke dalam sebuah film itu tidak perlu terlalu gembar-gembor. Sedikit saja tapi mengena. Ok, dalam drama Monstar pemain seringkali menggunakan alat komunikasi handphone. Jenis handphone yang digunakan kebanyakan adalah Smartphone milik perusahaan Korea, menggunakan produk dalam negeri. Namun ada juga pemain yang menggunakan handphone milik perusahaan negara lain. Laptop pun demikian, bukan merk perusahaan lokal. Padahal kan Korea sudah maju dalam hal perusahaan elektronik. Misal aku yang buat film tentunya akan kugunakan semua merk milik Indonesia. Apapun itu. Kalau perlu mobil listrik terbaru Indonesia yang belum diproduksi masal akan kumasukkan dalam film. Lhoh??
Ada juga adegan dalam film tentang pelajaran matematika. Apa benar ya matematika sesulit itu? Maksudku kenapa pelajaran yang dianggap paling sulit itu matematika? Entahlah. Oia, di drama ini agar para siswanya bersemangat dan hafal rumus matematika, sang guru menunjuk beberapa siswa secara acak dan menyuruh mereka bernyanyi (nge-rap) diikuti musik dari handphone yang isi liriknya adalah rumus matematika. Alhasil sebagian besar dari mereka hafal rumus matematika yang cukup panjang itu. Jadi ingat waktu aku SD dulu. Disuruh menghafal puisi akhirnya salah satu temanku membuat lagu yang isi liriknya ya puisi itu. Dan tentu saja hampir seluruh kelas akhirnya bisa hafal dengan mudah.
Ok, ternyata banyak yang bisa dipelajari dari salah satu drama Korea, Monstar. Yah, lihat drama bukan berarti hanya terpaku pada cerita atau pemainnya saja bukan? Jadi jangan sekedar nonton drama ya. ^.^

Menjelajah Denpasar


(Kamis, 27 Juni 2013) Bali, sewaktu perpisahan SMP aku dan teman-teman satu sekolah berlibur ke Bali. Banyak tempat yang kami kunjungi namun tidak benar-benar mengenal Bali. Yang kami ketahui hanya sebagian tempat wisatanya saja.
Kesempatan mengunjungi Pulau Dewata untuk kedua kalinya kudapatkan ketika menjadi asisten proyek dosen. Tawaran ini datang ketika aku tengah mengerjakan Tugas Akhir. Eksperimen yang kulakukan masih belum memperlihatkan titik terang, masih buntu waktu itu. Banyak yang harus diperbaiki. Bahkan alat yang kubuat pun belum diuji coba. Waduh. Padahal aku mengerjakan Tugas Akhirku dari semester tujuh. Sidang Proposal TA (Seminar) pun aku mendaftar dan maju paling awal, akhir Maret kalau tidak salah. Mungkin ini akibat dari aku yang mengambil Tugas Akhir yang isinya ada materi Teknik Elektro, Peternakan, dan Teknik Industri. Tiga jurusan menjadi satu ditambah eksperimen dan membuat prototype alat.
Ok, dengan jadwal sidang yang mepet (aku sidang tanggal 25 Juli 2013) aku mendapat tawaran bertugas selama tiga hari di Denpasar. Hmm hanya tiga hari, bolehlah. Nampaknya aku pun butuh menjernihkan pikiran dari Tugas Akhirku sejenak. Aku menerimanya.
Satu minggu sebelum keberangkatan, dosen kami memberitahu bahwa tugas kami di sana sangat padat. Dengan banyaknya pertimbangan akhirnya disepakati kami akan berada di Denpasar selama enam hari. Aku menerimanya sembari memikirkan rencana agar tugas ini tidak mengganggu eksperimenku. Oke, aku berangkat.
Kami, satu tim, terdiri dari empat orang. Dua laki-laki dan dua perempuan. Aku baru berkenalan dengan partner kerja perempuanku satu minggu sebelum keberangkatan. Bagaimanapun caranya kami harus bisa sangat akrab. Sedang dua laki-laki lain merupakan temanku satu jurusan, sudah kenal sejak mahasiswa baru.
Akomodasi telah dipersiapkan. Kami berangkat berempat tanpa dosen. Ini adalah kali pertama aku naik pesawat bersama teman-teman pula. Jadwal pesawat kami sore. Suasana bandara cukup ramai.

Suasana di Bandara Juanda dan Tiket Pesawat

Penerbanganku dimulai. It was the first time. Memotret awan dari dalam kabin pesawat untuk pertama kali.
Awan dari Atas

Puas mengamati tumpukan kapas putih membentang kami pun tiba di Bandara Ngurah Rai.
Pesawat di Bandara Ngurah Rai

Kami memasuki kawasan Bandara Ngurah Rai. Hal pertama yang berbeda dari bandara ini adalah bau dupa yang mengudara. Aku jadi teringat dengan tetanggaku dulu yang orang Bali. Tiap pagi bau dupa ini tercium dari arah rumahnya. Kami memilih taksi untuk tranportasi dari bandara ke hotel. Di dalam taksi ini pun terdapat dupa. Selama perjalanan ke hotel, aku sempat menjepret patung tak jauh dari bandara. Suasana Bali waktu itu pun dapat kuabadikan di balik kaca taksi.
Patung di Bandara Ngurah Rai dan Pemandangan Langit Bali

Di hotel pun demikian, bau dupa masih menyeruak. Kembali aku teringat pada kawan lamaku. Dia sudah pindah ke Denpasar. Namun pesanku tak kunjung dibalasnya padahal saat itu kami berada di kota yang sama.
Aku dan teman perempuanku di satu kamar. Pemandangan luar dari hotel cukup bagus.
Pemandangan di Luar Hotel

Kami sholat Maghrib kemudian menunggu hingga Isya’. Setelahnya kami memutuskan untuk makan malam. Malam itu gerimis. Kami berjalan keluar hotel dan makan mie pangsit di pinggir jalan tak jauh dari hotel. Berteduh dari amukan hujan yang tiba-tiba mengguyur waktu itu. Usai makan kami kembali ke hotel.
Setibanya di hotel kami menyusun rencana tugas kami keesokan harinya. Kami sepakat menyewa dua motor untuk menjelajah Denpasar. Membagi rute tiap tim. Satu tim terdiri dari satu laki-laki dan perempuan.
Keesokan harinya setelah sarapan kami bergegas bertugas. Seingatku aku ke arah bagian utara Denpasar. Waktu itu hari Jum’at. Aku dan temanku mengunjungi salah satu sekolah di Denpasar. Aku menemukan sesuatu yang unik. Banyak siswa yang mengenakan selendang diikatkan di pinggang dan sarung kalau tidak salah. Pakaian khas Bali. Mungkin mereka usai melakukan sembahyang. Aku sangat senang memperhatikan mereka. Sesuatu yang tidak akan ditemui di Pulau Jawa.
Aku kagum dengan sekolah ini. Bangunan sekolahnya bergaya kerajaan Indonesia jaman dulu. Kelas berpintu dua dengan ukiran khas dari kayu. Sangat tradisional. Pagar-pagarnya pun demikian, terbuat dari batu bata dan ukiran tanah liat. Semuanya serba artistik. Bahkan dari kejauhan tidak terlihat bahwa ini sebuah sekolah.
Waktu sholat Jum’at, rekanku akan melaksanakan sholat Jum’at. Aku menunggu di sebuah balai dekat sekolah TK di samping masjid. Di sini aku bertemu dengan ibu-ibu yang menunggu jemputan. Beliau sedikit kaget dengan keberadaanku mungkin karena aku berkerudung. Kami sedikit mengobrol masalah toleransi agama. Aku baru sadar tengah berada di wilayah penduduk yang mayoritas non muslim. Di tempat ini aku sempat memotret beberapa objek.
Objek Sekitar Masjid

Menurutku ini adalah perjalanan yang menyenangkan. Keliling kota Denpasar yang aku belum tahu sebelumnya. Mencari tempat-tempat di wilayah baru. Perjalanan kami pun cukup menantang. Bayangkan saja, selama hampir seharian kami berkeliling langit Kota Denpasar diguyur hujan. Tanpa jas hujan kami menerjang derasnya air yang turun dari langit waktu itu. Cuaca sangat cepat berubah. Padahal tadi pagi langit cerah.
Sudah sore, kami pun akhirnya berkumpul dengan tim lainnya. Kami bertemu di suatu taman. Aku lupa namanya. Kami makan somay dan menikmati balapan mobil di sini.

Dua Tumpukan Pelangi dan Suasana di Taman

Hujan deras yang mengguyur lama dan terus menerus membentuk dua pelangi di langit. Yang satu agak samar di atasnya.
Hari masih sore, kami menuju pantai Shindu. Dulu waktu SMP aku juga pernah mengunjungi pantai ini karena dekat penginapanku dulu.
Pemandangan di Pantai Shindu

Menjelang maghrib kami kembali ke hotel. Kami sepakat makan malam bersama. Akan tetapi kami terpisah di tengah jalan dan akhirnya makan malam masing-masing. Aku dan salah seorang temanku makan makanan padang di dekat hotel. Kami memutuskan kembali ke hotel dan mencari warung terdekat. Usai makan dan setelah kami berempat berkumpul di hotel kami mencari cemilan di supermarket dekat hotel.
Suasana Malam dari Jendela Hotel


Suasana Pagi dari Jendela Hotel

Kami kembali menyusuri jalanan di Kota Denpasar. Kali ini timku menjelajah ke wilayah selatan, daerah pesisir Denpasar.
Wilayah Bagian Selatan Denpasar

Transportasi dan Peralatan Selama Bertugas

Padahal kami ada di Denpasar namun menu makan kami tidak jauh beda dari biasanya. Kami tidak mencari makanan khas Bali. Alasannya karena kami tidak tahu tempatnya.
Makan Malam Kami

Makan selesai, kami menuju Pantai Kute. Jalanan di sini cukup ramai. Namun aku mengabadikan suasana Pantai Kute yang tenang di malam hari.
Suasana Pantai Kute di Malam Hari

Pulang dari Pantai Kute tiba-tiba gerimis. Kami tetap menerjang dan akhirnya sampai di hotel.
Pagi hari, kami meluncur ke Pantai Sanur melihat sunrise.
 
Suasana Pagi di Pantai Sanur

Hari ketiga bertugas, kami menelusuri daerah Denpasar yang jarang dikunjungi. Aku bersama tim menuju salah satu tempat di ujung yakni pelabuhan yang masih baru diresmikan. Kami masuk kawasan ini. Banyak sekali kapal-kapal bersandar. Pohon bakau pun terlihat di kanan kiri jalan ke pelabuhan ini.
Kondisi Sekitar Pelabuhan

Selesai dengan tugas hari itu, kami pun makan di sebuah restaurant fast food. Tidak ada yang bisa dikerjakan lagi kami pun kembali ke hotel. Malam harinya kami makan di sebuah warung sea food.
Malam itu sudah ada tim dari Pusat untuk acara keesokan harinya. Selama dua hari selanjutnya kami sibuk dengan acara di hotel. Kamar kami dipindah. Pemandangan dari jendela kamar ini tidak begitu bagus karena berbatasan dengan gedung sebelah.
Hari terakhir kami menyempatkan diri membeli oleh-oleh. Waktunya sangat mepet dengan keberangkatan pesawat. Semuanya berjalan dengan lancar dan kami pun pulang. Aku langsung melanjutkan kembali eksperimen Tugas Akhir ku yang tertunda. Baru sampai di rumah tanggal 3 Juli 2013 padahal sidangku tanggal 25 Juli 2013. Pengumpulan laporan satu minggu sebelumnya. Aaaaa. Alhasil aku ngebut dan Alhamdulillah laporan pun terselesaikan.