Aku bukan orang yang fanatik sama drama Korea. Aku menyukai hampir semua
film ataupun drama dari berbagai negara seperti Indonesia, Jepang, Korea,
China, Thailand, Meksiko, Brazil dan masih banyak lagi. Setiap film pasti
memiliki keunikan masing-masing. Kali ini aku melihat sesuatu di drama Korea.
Semuanya berawal ketika salah seorang temanku di lab menonton drama Korea,
Monstar. Dia rela menunggu tiap minggu per episodenya yang ditayangkan melalui website
tertentu. Dia hafal hari apa saja episode-episode itu muncul. Dia juga
menunjukkan drama itu padaku. Karena aku memang orang yang netral, tidak benci
ataupun suka drama Korea, biasa saja. Jadi aku melihat dari sisi kualitas
filmnya.
Pertama kali melihat tokoh utamanya langsung teringat personil boyband
Indonesia, Smash. Mereka, Yoon Seol Chan dan Joon Seon Woo, mirip Rafael dan
Morgan. Memang mirip menurutku. Sebenarnya juga sedikit menggoda temanku karena
dia sangat fanatik sama Korea dan tidak begitu suka dengan Smash. Dan tentu
saja dia tidak terima waktu itu, ekspresinya sangat lucu. Apa salahnya sih suka
sama boyband Indonesia? Bukankah dengan dukungan dan komentar positif bisa
membangkitkan suatu kelompok atau individu tertentu? Dahlan Iskan pernah cerita
ketika masih bekerja di surat kabar beliau meliput sisi negatif Persebaya
berharap agar klub sepakbola ini merasa tersindir dan bangkit. Nyatanya malah
sebaliknya. Persebaya semakin terpuruk. Akhirnya strategi dibalik. Surat kabar
tersebut memberitakan hal-hal positif tentang Persebaya dan selalu memberikan
dukungan. Hasilnya Persebaya semakin berprestasi waktu itu. Awesome.
Kembali ke Monstar. Aku tidak serta merta langsung menyukai drama ini.
Hanya melihat sekilas. Monstar itu drama musikal, beberapa adegan ada part
menyanyi. Mungkin bisa dibilang mirip drama Glee. Salah satu soundtrack nya
yang membuatku tertarik adalah ketika Joon Seon Woo bernyanyi dengan Min Sei Yi
dalam lagu berjudul Atlantis Girl, isi lagunya bagus. Lagu aslinya dinyanyikan
oleh Boa. Penyanyi yang sama di salah satu soundtrack nya Inuyasha. Mendengar
lagu dan video klipnya yang dibungkus apik oleh Monstar, akhirnya aku mengcopy
lagu ini. Semakin dilihat aku jadi tambah penasaran dengan jalan cerita dramanya.
Akhirnya aku pun mengcopy keseluruhan drama. Temanku sangat senang. Dia bangga
karena merasa telah berhasil menyuntikkan virus K-Pop padaku. Ok, just little.
Menurutku drama Monstar itu nyaris sempurna. Setiap tokoh saling
berhubungan dan masing-masing dari mereka pun memiliki kehidupannya
masing-masing. Jadi cerita tidak hanya fokus di pemain utama. Semua orang
memiliki peran. Tidak hanya siswa-siswa SMA nya bahkan orang tua dan guru pun
ikut diceritakan kisah hidupnya di sini (latar belakang drama ini kehidupan
siswa SMA). Masalah tiap individu cukup kompleks dan berhubungan satu sama lain.
Kombinasi yang bagus.
Ini yang menurutku unik. Beberapa adegan drama dilakukan di atap sekolah.
Ketika Min Sei Yi (tokoh utama perempuan) dan Park Kyu Dong (siswa yang di-bully di kelas) berbincang di atap
sekolah, kamera tidak hanya fokus pada mereka berdua namun juga di solar cell (panel
surya) di sana. Yup, ada solar cell di atap sekolah. Mencitrakan bahwa Korea
sudah maju dan mulai menggiatkan penggunaan solar cell bahkan di atap gedung
sekolah. Adegan ketika Park Kyu Dong ingin bunuh diri dari atap gedung pun
solar cell ini kembali terlihat. Ok, sepertinya solar cell ada di mana-mana di
atap sekolah ini.
Ada lagi adegan ketika Min Sei Yi berbincang dengan Ketua Osis sepulang
sekolah. Di sana terlihat spanduk besar. Aku tidak tahu keseluruhan isinya
intinya ada kata-kata “The Future”. Dari desain spanduknya hampir mirip dengan
spanduk di jurusanku. Ataukah memang sama? Tapi ini dipasang di SMA sedang aku
melihatnya di jurusanku, di sebuah perguruan tinggi. Mungkin seharusnya spanduk
semacam ini juga dipasang di sekolah menengah, sebagai pemberi semangat.
Ok, selain itu aku juga menemukan keunikan lain yakni ketika Min Sei Yi,
Shim Eun Ha, dan Park Kyu Dong memasuki rumah mereka. Secara otomatis lampu
depan rumah mereka menyala. Padalah tak kulihat mereka menekan tombol lampu
atau apapun. Berarti memang otomatis kan? Itu menggunakan teknologi apa ya? Apa
menggunakan infra red? Lebih mudah dan bisa dilogika kalau memang menggunakan
infra red. Kalau dipikir-pikir teknologi seperti itu kan mudah dan murah.
Kenapa tidak diterapkan juga di Indonesia? Di pasang di teras rumah mungkin. Nah
kan.
Satu lagi, jalanan di dalam sekolah. Ada jalanan berupa aspal dan paving.
Alasan diaspal atau paving intinya agar jalanan bersih dari debu. Namun paving
lebih baik karena menyerap air. Sedang aspal mungkin terpaksa dilakukan sebagai
jalanan kendaraan bermotor. Jalanan berpaving akan cepat rusak jika dilalui
kendaraan bermotor karena berat. Paving biasanya hanya digunakan untuk jalanan
pejalan kaki ataupun sepeda. Yang aku suka adalah kedua jenis jalanan itu ada di
sana dan nampaknya diatur dengan sangat baik. Selain itu, sekolah yang
digunakan dalam pembuatan drama ini memiliki banyak tanaman dan pohon. Ada
beberapa bagian halaman sekolah yang sengaja dibiarkan berupa tanah dan
ditumbuhi tanaman. Sangat bagus dan peduli lingkungan.
Mumpung masih suka dengan drama Monstar, aku pun mencari video mengenai proses
pembuatan drama ini. Aku baru tahu ketika tiap pemain mendapatkan naskah drama,
mereka dikumpulkan jadi satu meja dan membacakan dialog masing-masing beserta
ekspresinya. Hmm.. Selama ini aku kira ya tidak seformal itu. Langsung saja
saling berhadapan dengan lawan main di adegan tertentu secara acak, tidak perlu
dikumpulkan satu meja segala. Namun ternyata nampaknya harus demikian,
dikumpulkan di satu meja. Ok.
Pengambilan gambar pun diambil sepotong-sepotong. Maksudku tiap ekspresi,
tiap menoleh, gerakan tangan, langkah kaki, semuanya sangat detil. Bahkan untuk
menoleh ke samping sedikit pun ternyata diatur. Sebelum mulai syuting pemain terlebih
dulu menjajak panggung drama (lokasi pengambilan gambar) dan mencoba adegannya.
Setelah dirasa sudah pas baru kemudian benar-benar pengambilan gambar.
Drama ini banyak melibatkan lagu dan alat musik tentunya. Pemain harus
belajar alat musiknya dengan baik. Walaupun adegannya mungkin bukan asli
benar-benar dimainkan sama si artis tetap saja mereka harus bisa merasakan
memainkan alat musiknya. Gerakan jari tangan dan ketukannya. Semuanya harus
semirip mungkin dengan aslinya. Bahkan salah satu pemain pernah bercerita bahwa
dia memiliki waktu tersendiri untuk belajar alat musiknya dari dasar. Nah kan.
Intinya totalitas.
Kalau dilihat dari drama ini sepertinya masih ada perbedaan strata sosial
dan ekonomi di dalamnya. Di sana terdapat All For One yang merupakan kumpulan
siswa orchestra di sekolah, kumpulan anak orang kaya. All For One memang memainkan
alat musik mahal seperti piano, cello, dan biola dalam penampilannya. Namun
perbedaan strata sosial dan ekonomi ini tidak dipermasalahkan dalam sekolah.
Maksudku meskipun di cerita mereka berasal dari berbagai strata tapi mereka
berada di dalam sekolah dan kelas yang sama. Tidak ada yang namanya sekolah
khusus anak orang kaya atau sebaliknya. Mungkin setiap sekolah memiliki
fasilitas dan biaya yang sama? Atau mungkin standar deviasi pendapatan di Korea
tidak terlalu besar sehingga kehidupan orang menengah kebawah dan ke atas
relatif sama? Hmm, aku tidak tahu. Tapi kalau tidak salah salah satu ciri suatu
negara maju adalah standar deviasi pendapatan penduduknya tidak jauh berbeda.
Ada yang bilang cara menunjukkan nasionalisme ke dalam sebuah film itu tidak
perlu terlalu gembar-gembor. Sedikit saja tapi mengena. Ok, dalam drama Monstar
pemain seringkali menggunakan alat komunikasi handphone. Jenis handphone yang
digunakan kebanyakan adalah Smartphone
milik perusahaan Korea, menggunakan produk dalam negeri. Namun ada juga pemain
yang menggunakan handphone milik perusahaan
negara lain. Laptop pun demikian, bukan merk perusahaan lokal. Padahal kan
Korea sudah maju dalam hal perusahaan elektronik. Misal aku yang buat film
tentunya akan kugunakan semua merk milik Indonesia. Apapun itu. Kalau perlu
mobil listrik terbaru Indonesia yang belum diproduksi masal akan kumasukkan
dalam film. Lhoh??
Ada juga adegan dalam film tentang pelajaran matematika. Apa benar ya
matematika sesulit itu? Maksudku kenapa pelajaran yang dianggap paling sulit
itu matematika? Entahlah. Oia, di drama ini agar para siswanya bersemangat dan
hafal rumus matematika, sang guru menunjuk beberapa siswa secara acak dan
menyuruh mereka bernyanyi (nge-rap) diikuti musik dari handphone yang isi liriknya adalah rumus matematika. Alhasil
sebagian besar dari mereka hafal rumus matematika yang cukup panjang itu. Jadi
ingat waktu aku SD dulu. Disuruh menghafal puisi akhirnya salah satu temanku
membuat lagu yang isi liriknya ya puisi itu. Dan tentu saja hampir seluruh
kelas akhirnya bisa hafal dengan mudah.
Ok, ternyata banyak yang bisa dipelajari dari salah satu drama Korea,
Monstar. Yah, lihat drama bukan berarti hanya terpaku pada cerita atau
pemainnya saja bukan? Jadi jangan sekedar nonton drama ya. ^.^