(Senin,
11/11/13) Aku belum pernah ke pulau lain selain Jawa Madura Bali. Kesempatan
mengunjungi penduduk di wilayah RI di pulau lain kudapatkan ketika menjadi
asisten proyek dosen. Saat itu aku dan seorang temanku, sama-sama perempuan, merencanakan
perjalanan kami yang tidak biasa itu. Kami asing dengan pulau Sulawesi.
Diantara kami belum ada yang pernah ke sana. Ok, persiapan dimulai.
Akomodasi.
Kami
mencari jadwal dan harga tiket pesawat. Mendapatkan yang kami inginkan kami pun
konsultasi ke dosen. Beliau menyetujui dan berbaik hati memesankan tiket
tersebut untuk kami berdua, tiket PP Surabaya-Makassar.
Tiket
pesawat selesai, kami pun mereservasi hotel. Mencari lokasi hotel dekat lokasi
tujuan beserta harga yang terjangkau. Akan tetapi ketika sampai di lokasi yang
dituju ternyata kami kurang tepat memilih lokasi hotel. Di sekitar lokasi
tujuan ada hotel yang lebih dekat dengan nama hotel sama. Akhirnya kami memilih
hotel yang lebih dekat.
Untuk
transportasi dari tempat kami ke bandara Juanda dan dari bandara Hasanuddin ke
lokasi kami memilih naik taksi. Meskipun sepertinya agak “lebih mahal” saat
naik taksi dari bandara Hasanuddin ke lokasi, it’s ok. Setidaknya kami selamat sampai tujuan. Keluar dari bandara
Hasanuddin kami disambut oleh sebuah patung. Aku pun menemui hal serupa ketika
mendarat di bandara Ngurah Rai dengan patung berbeda tentunya. Namun tak pernah
kujumpai patung di sekitar bandara Juanda. Adanya replika pesawat.
Patung di Bandara Hasanuddin
Agar
biaya pesawat tidak mahal-mahal amat, kami pun memilih jadwal promosi
penerbangan yang cukup ekstrim. Pesawat berangkat dari Juanda sekitar pukul
lima pagi begitu pula pulang dari Makassar. Alhasil kami harus berangkat
sekitar jam tiga dari tempat kami. Suasana di Juanda saat itu sangat sepi.
Suasana di Bandara Juanda Dini Hari
Tiket Pesawat
Surabaya-Makassar
Mobilitas
di sana? Terus terang kami harus mengunjungi tiga lokasi berbeda saat di sana.
Beberapa alternatif kami susun, salah satu diantaranya adalah menyewa mobil. Salah
satu teman menyuruh kami waspada karena itu di pulau lain yang kami belum
pernah ke sana, sendirian pula. Konsultasi ke dosen, beliau menyarankan agar
mencoba meminta diantar oleh ‘Pembina’ di sana. Jadi kami akan mengunjungi
lokasi Pembina dan kedua lembaga binaannya. Kami tidak perlu menyampaikan hal
ini kepada Pembina karena tanpa diminta pun mereka mengantarkan kami. Bukan
hanya mengunjungi kedua lembaga binaannya namun kami juga sekalian diajak mengantarkan
undangan acara ke beberapa tempat, setengah keliling kota Makassar.
Angkutan Umum di
Makassar
Kami
mengikuti dengan antusias. Kebanyakan undangan ditujukan untuk pejabat
pemerintah dan lembaga pendidikan. Kami diajak mampir ke perguruan tinggi dan
mengamati mahasiswa di sana. Menyenangkan menurutku.
Salah Satu Tempat
yang Dikunjungi
Logat
dari orang-orang yang kutemui di sana mungkin sedikit lebih keras. Kurasa
kebanyakan logat di Indonesia memang seperti itu. Lebih kelihatan tegas dan
mengena. Mereka sangat ramah dan welcome kepada
kami.
Makassar
itu hampir mirip Malang kalau menurutku. Cuacanya tidak terlalu panas tapi
mungkin tidak sedingin Malang. Banyak pohon diselimuti dedaunan kecil merambat.
Keramaian di kota cukup padat di beberapa titik. Sepertinya lebih luas kota
Surabaya dibandingkan Makassar. Entahlah, mungkin hanya perasaanku saja.
Pepohonan di Makassar
Salah
satu keunikan lain di Makassar adalah bentuk becaknya. Kalau tidak salah
pengemudinya pun memiliki SIM. Peralatan keselamatan seperti helm pun wajib dikenakan
oleh sang sopir becak.
Becak di Makassar
Makassar
merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Tepatnya terletak di propinsi
Sulawesi Selatan. Hmm.. banyak yang bisa dinikmati di kota Makassar. Mulai dari
tempat wisata hingga sajian kulinernya. Di kota besar ini pastinya kita bisa
wisata kuliner khas Makassar dan berkunjung di tempat-tempat menarik.
Pagi
sesampainya di Makassar, kami disambut oleh makanan khas bernama “Cotto
Makassar”. Makan makanan ini didampingi oleh ketupat. Rasanya hampir mirip soto
kebanyakan namun irisan dagingnya dadu dan lebih banyak. Sepertinya ada
campuran santan dalam proses pembuatannya. Cotto di sajikan ke dalam mangkuk
kecil bulat (hampir mirip mangkuk di film-film China jaman dulu). Saat makan di
depot ini kami bertemu dengan para penari Makassar yang mengenakan baju
tradisional Makassar. Sayang aku tidak menguak informasi dari pertemuan ini.
Pekerjaan menunggu, aku kan asisten.
Di
lokasi lembaga binaan, makanan ringan khas Makassar pun kami cicipi. Aku lupa
namanya tapi makanan ini terbuat dari pisang muda yang diblender, dibungkus
daun pisang, dan dikukus. Rasanya agak sepet
dan manis.
Hari
menjelang senja, kami kembali ke hotel. Beristirahat dan mempersiapkan untuk
bertugas besok. Dosen pendamping kami tiba ketika hari mulai gelap. Kami belum
pernah bertemu dengan beliau sebelumnya, namun pekerjaan ini butuh kerjasama
tim, termasuk beliau. Kami harus bisa membawa diri dengan baik.
Makan
malam tiba, kami berkumpul dan menikmati makan malam spesial. Makan malam kali
ini kami dijamu dengan ikan bakar Makassar. Makassar yang kaya akan ikan
menyajikan ikan terbaiknya. Kekhasan ikan bakar ini terletak dari sambal. Ada
lebih dari lima jenis sambal di meja. Kami mencicipi satu persatu. Tak ada yang
asing dilidahku. Semuanya bisa ditolerir, enak malah.
Usai
bersantap malam, kami mengunjungi tempat pioneer minuman bernama “Saraba”
dijajakan. Di sini kami menikmati saraba asli Makassar beserta gorengan.
Sedikit aneh karena gorengan berupa singkong dan pisang goreng disandingkan
dengan saus sambal. Ketika kami coba rasanya tidak begitu aneh. Lumayan.
Dari
rasanya aku menduga kalau saraba ini terbuat dari campuran gula merah, jahe,
dan merica. Minuman ini juga bisa ditambahkan dengan telur mentah. Saraba
disajikan panas. Bisa kebayang kan rasanya minuman panas bin pedas diteguk di
saat gerimis hampir tengah malam di tempat terbuka. Oia, kedai ini menyiapkan
puluhan meja dan kursi terbuka hingga hampir memakan badan jalan yang sepi. Agak
mirip kedai-kedai di Eropa. Kebanyakan pengunjungnya adalah anak muda.
Saraba dan Gorengan
Menjelang
tengah malam, kami kembali ke hotel. Istirahat dan mempersiapkan berkas untuk keesokan
harinya.
Pagi
menyambut. Kami sarapan di hotel. Makanan yang disajikan sama dengan makanan di
hotel kebanyakan. Usai sarapan kami mampir ke sebuah kedai kopi di depan hotel.
Di sini kami menikmati teh dan kopi phoenam serta roti bakar selai srikaya.
Aku
memilih kopi phoenam waktu itu. Rasanya khas. Tidak terlalu pahit ataupun manis,
pas. Kopi ini berbeda dari kopi kebanyakan hanya saja aku tidak tahu letak
perbedaannya di bagian mana.
Roti
bakar selai srikaya ini bukan dari buah srikaya. Selai ini campuran bahan gula
dan telur. Rasanya enak. Manis dan gurih. Pagi ini banyak orang menyempatkan
diri sarapan di kedai ini. Secangkir kopi phoenam dan setangkup roti bakar
srikaya jadi pilihan sebelum berangkat bekerja.
Acara makan pagi selesai. Kami bergegas menuju
hotel tempat kegiatan diselenggarakan. Peserta maupun pembicara yang hadir
sangat antusias. Aku dan temanku melakukan tugas kami.
Waktu
menunjukkan jam makan siang. Kami semua istirahat sholat dan makan. Tugas kami
sudah selesai. Menunggu acara selesai kami pun menuju rumah makan yang
menyediakan es pisang ijo terenak di Makassar. Satu porsi es pisang ijo ini
menurutku terlalu banyak. Atau mungkin ini gara-gara aku yang baru saja makan
siang jadi porsi ini terlihat jumbo olehku.
Pisang Ijo
Rasa
es pisang ijo ini hampir mirip dengan es pisang ijo kebanyakan. Hanya rasanya lebih
menyengat dan original. Kami makan es ini di saat cuaca gerimis. Tidak begitu
tepat sebenarnya makan es di suasana dingin. Tapi apa boleh buat, kapan lagi ke
Makassar coba?
Es
pisang ijo sudah berpindah ke dalam perut namun nampaknya acara di hotel tadi
masih belum memperlihatkan tanda-tanda akan usai. Pesertanya sangat antusias
katanya. Kami pun melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat menarik di Makassar.
Kami
melewati kawasan dimana hampir sederetan kiosnya menyediakan bir. Banyak
spanduk dan iklan minuman ini. Agak ngeri menurutku. Untungnya kami lewat
ketika sore hari, belum banyak yang buka.
Kami
menembus gerimis sore ini. Jalanan tidak terlalu lengang. Masih banyak
kendaraan berlalu lalang meskipun gerimis belum mau berhenti. Mungkin memang
jam pulang kerja.
Gerimis di Makassar
Lokasi
pertama yang kami kunjungi adalah Fort Rotterdam. Bangunan di sini menyerupai
gedung-gedung di Eropa khususnya Belanda. Kami tidak masuk, hanya foto-foto di
bagian luar. Ada yang bilang belum ke Makassar namanya kalau belum foto di
tempat ini.
Bagian Depan Fort Rotterdam
Puas
berfoto, kami pun melangkah ke tempat selanjutnya, pantai Losari. Sepanjang
jalan menuju pantai Losari aku terkagum-kagum dengan beberapa bangunan di sini.
Bangunannya bergaya Eropa. Kami juga melewati pasar pusat penjual emas. Katanya
emas di sini murni dan harganya lebih murah.
Salah Satu Bangunan Bergaya Eropa
Selain
itu, kami pun berkesempatan memandang rumah Jusuf Kalla dari jauh.
Rumah
Jusuf Kalla di Makassar
Akhirnya
kami pun tiba di pantai Losari. Pemandangan di sini cukup bagus. Cuaca yang
masih mendung membuat suasana semakin dingin. Ada masjid besar di pantai ini.
Unik karena masjid ini setengah mengapung di atas laut.
Masjid di Area Pantai Losari
Tulisan
raksasa di tepi pantai juga bisa dijadikan latar belakang untuk berfoto. Kami
pun tak melewatkan kesempatan ini. Ada sebuah pulau kecil terlihat dari
kejauhan. Aku penasaran, ada apa di sana?
Pulau Kecil
Pantai Losari
Beberapa
objek unik yang aku temui di sekitar Pantai Losari.
Objek-objek Unik di
Sekitar Pantai Losari
Acara
jalan-jalan usai. Kami kembali ke lokasi ‘Pembina’ untuk melakukan tugas. Di
perjalanan kami menemui kedai-kedai di pinggir jalan.
Kedai di Tepi Jalan
Kami
juga melintas di depan pelabuhan Makassar. Katanya pembangunan di Makassar saat
ini berlangsung pesat. Ini juga mempengaruhi perekonomian masyarakat.
Pelabuhan Makassar
Setelah
diskusi panjang, kami pun makan malam. Kami disuguhi makanan khas Makassar lain
yakni sop sodara. Sop sodara ini hampir mirip cotto Makassar. Perbedaannya
kalau di sop sodara terdapat potongan sayur seperti wortel di dalamnya. Rasanya
pun sedikit berbeda. Dosen pembimbing kami sudah kembali ke Pulau Jawa, ada
urusan. Kami berdua kembali ke hotel dan akan terbang ke Surabaya dini hari.
Kami
tiba di bandara sebelum shubuh. Sholat shubuh di bandara dan bergegas berlomba
dengan matahari. Ya, kami terbang searah dengan matahari, menuju barat.
Matahari di Atas Awan
Terima kasih Mita Musoffa Asti yang bersedia
menemani menjelajah pulau lain. Pak Bambang sebagai dosen pendamping ketika
bertugas di sana. Bapak Ibu lembaga Pembina dan binaan Makassar yang sangat welcome dan ramah kepada kami. Serta
dosen kami yang memberikan kesempatan langka ini. T.T
Info: sebagian besar foto di
atas merupakan jepretan dari dalam mobil yang berjalan dengan kaca tertutup
sehingga tidak semua hasilnya bagus.